Pada akhir abad ke-19, masyarakat
dunia pernah dikejutkan dengan penemuan empat spesimen burung takahe di
Selandia Baru. Temuan para ahli perunggasan di tahun 1898 ini memunculkan
dugaan bahwa burung endemik yang hanya ada di Selandia Baru itu memang sudah
punah. Benarkah demikian?
Ternyata tidak! Setengah abad
kemudian, tepatnya pada 20 November 1948, ahli perburungan Geoffret Orbell menemukan
sekelompok burung takahe di sekitar Danau Te Anau di Pegunungan Murchison,
Pulau Selatan, Selandia Baru. Meski populasinya sudah sangat langka, sehingga
statusnya dinyatakan Terancam Punah, takahe hingga kini masih eksis di kawasan
tersebut.
Dalam dunia perunggasan, burung
takahe memiliki nama latin Porphyrio
hochstetteri. Nama ini diberikan pada tahun 1883 sebagai penghormatan
terhadap geolog asal Austria, Ferdinand von Hochstetter. Sekitar 16 tahun sejak ditemukan, takahe tiba-tiba
dinyatakan punah karena penemuan empat spesimen burung tersebut: dugaan yang
terbukti keliru.
Berdasarkan taksonomi (tatanama
biologi), burung takahe berada dalam ordo Gruiformes, keluarga Rallidae, dan
genus Porphyrio. Takahe merupakan burung berpostur terbesar di keluarga
Rallidae. Ia masih memiliki hubungan kekerabatan dengan Takahe Pulau Utara (Porphyrio
mantelli) yang benar-benar sudah punah dan hanya diketahui
dari sisa-sisa kerangkanya saja.
Tidak Bisa Terbang
Takahe termasuk salah satu burung
unik. Meski bobotnya tidak terlalu berat, rata-rata sekitar 3 kg dengan tinggi
63 cm, burung ini tidak bisa terbang. Mungkin karena ukuran sayapnya yang
relatif kecil dibandingkan dengan panjang dan tinggi tubuhnya. Kedua kakinya
sangat kuat, sedangkan paruhnya besar.
Takahē dewasa umumnya berwarna
ungu-kebiruan, dengan punggung berwarna hijau. Paruh berwarna kemerahan,
sedangkan lutut berwarna merah muda. Burung jantan dan betina memiliki warna
yang sama, tetapi ukuran tubuh takahē betina lebih kecil. Adapun anak takahe berwarna cokelat pucat.
Suaranya yang keras dan berisik
membuat burung ini tidak diminati masyarakat Selandia Baru sebagai satwa
peliharaan. Coba kalau ada warga yang mau menangkarkan, mungkin bisa mencegah ancaman
kepunahan, bahkan bisa dijadikan burung lomba yang unik. (*)
Labels: burung endemik, burung takahe, burung unik, endemik, takahe